Thursday, April 9, 2009

Senja meredup…

Emosi memudar samar perlahan

Ditelan gelap aku berjalan

Pelan, hingga tak terbangun sang penguasa malam karenaku

Kuhela ceria…kuhembuskan keras pada buana…

Aku bahagia, cukup begini saja

Jangan kau tambahkan bumbu perasa bila kau tak suka

Aku telah mengalahkanmu malam

Aku belum terlelap, saat tiga jam sudah kau menetap

Menetap bagai selimut surga bagi sang pengelana

Pengelana yang tak pernah percaya batas usia itu ada

Hingga sorak menjadi puisi pengisi sepi

Sepi…dan akhirnya belia itu berhenti tanpa arti

Aku lelah, biar kubagi cerita hari ini esok malam saja

Karena cerita kemarin telah lenyap ditelan lupa

Aku pelupa…..maka biarkan saja.

Koran pagi sudah tersaji, tapi penjual korannya sudah pergi. Kok dia tidak meninggalkan semangkuk bubur juga sekalian, nanti aku mau usul sama dia untuk membuat paket langganan lengkap, koran dan sarapan.Kubaca lembar demi lembar, halaman demi halaman, banyak sekali, jadi kapan habisnya, tapi aku orang yang sabar, kucicil terus sedikit demi sedikit, mulai dari berita perampokan, pengangkatan gubernur baru, soal perkawinan Anisa Tri Hapsari, loh…ini kan bukan koran gosip, kenapa ada berita itu, tenang yang tadi itu kan iklan tentang make-up pengantin, memangnya artis itu kawin disini, bukannya di Jakarta, kira-kira mas kawinnya apa ya? Kayaknya mobil mewah, atau pulau kecil, atau anak sapi delapan, tuh kan aku malah ikut-ikutan menggosip, cukup ah…nanti jadi dosa.

Pontianak memang indah, lihat itu langit yang biru, sungai yang mengalir sampai jauh seperti bengawan Solo, tapi ini tentunya jauh lebih besar, lihat itu truk kecil berisi babi yang sudah dapat giliran dipotong untuk kemudian dibawa ke restoran-restoran untuk dijadikan campuran nasi, selamat jalan beb, kau sudah mejalankan tugasmu sebagai mahluk hidup, walaupun aku tak mau memakanmu. Panas, seperti biasanya, tapi tetap saja indah, dengan sesekali dihiasi bau dari pabrik karet, dan itu membuatku lapar, karetnya….bukan lah tentunya, aku bukan mahluk pemakan biji karet, tapi bercerita semua ini kan butuh energi dan membuatku lapar.

Belok aku ke sebuah kios penjual bubur pedas, yang sebenarnya rasanya tidak pedas, kenapa namanya seperti itu? Aku tak yakin juga ya, mungkin saat menciptakannya dulu bersamaan dengan terciptanya keripik pedas, dan gulai pedas, jadi biar tidak dianggap tidak kompak dan dianak tirikan, maka namanya dibuat bubur pedas. Makanan yang cukup beradab untuk pagi ini, walaupun ini akan membuka peluang untuk aku lancar buang air nanti di tempat meeting, biarkanlah….itu kan hal yang wajar-wajar saja, orang pergi ke kamar mandi untuk mengeluarkan sesuatu dari lubang anus kan bukan hal yang istimewa.Semangkuk sudah bubur itu kuhabiskan, lalu mangkuk kedua datang karena aku ternyata masih belum kenyang, setelah mangkuk kedua habis baru aku minum segelas es teh manis, dingin sekali, terus kubayar. Lalu aku berniat untuk meninggalkan tempat itu untuk segera menuju tempat meeting, tapi tak bisa, kenapa? Apa uangnya kurang? Atau si ibu penjual bubur masih ingin curhat denganku? Bukan itu, aku tak bisa pergi karena ban belakang mobilku bocor….ya ampun, sial lagi, mana mobil sebesar ini, pasti aku gak akan bisa membuka baut-baut bannya hanya dengan bantuan tang dan kekuatan lenganku, itu berarti aku harus mencari alat yang diciptakan secara khusus untuk membukanya, dan ternyata ada, tepat di bawah jok supir, aku cium dulu, siapa tahu kan bau kentut, soalnya setiap aku meyetir mobil selalu berbagi udara segar dari pantatku itu ke seluruh ruangan mobil. Ternyata alat itu tidak bau, tapi membukanya sulit sekali, membuka satu baut saja sudah cukup membuatku menarik nafas panjang, sepertiya aku harus semakin rajin berlatih yoga untuk memperkuat nafasku…memang ngaruh ya?! Akhirnya selesai juga semua baut aku buka, lalu kubawa ban itu dengan cara digelindingkan, tadinya mau kuangkat ke atas pundak, tapi ternyata berat. Tak seberapa jauh dari mobilku ada bengkel tambal ban, pasti dia seorang penambal ban handal, karena kulihat ada kunci pas dan obeng yang kulihat di bengkel itu, atau kondisi ban di Pontianak pada beberapa hari ini sedang kurang fit, sehingga banyak sekali yang bocor dan pecah. Sekarang giliranku, aku tanya pada si tukang bengkel apakah ban dalamku harus diganti, ternyata tidak, lho kenapa, saya mampu bayar kok pak?! Bannya ternyata tidak bocor, hanya kurang angin saja, jujur sekali tukang bengkel ini, coba kalau di tempat lain, yang sebenarnya tidak bocorpun dia buat agar jadi bocor. Dia tanya lagi dimana aku simpan mobilku, tuh kan dia perhatian pula. Dia bilang kenapa aku gak ngomong kalau mobilnya bocor tidak jauh dari bengkel, yeh…aku kan tidak berniat bocor pak, kalau tadi aku berniat lebih baik kan bocor ban di dekat dealer mobilku saja, kan lebih mudah. Dia menjelaskan lagi, maksudnya kan kalau hanya dekat begitu dia bisa membawa alat-alat pompanya ke dekat mobil, lagipula kalau hanya kurang angin kan tidak perlu dibuka bannya seperti ini. Ya ampun bang, janganlah membuat perjuanganku tadi terkesan sia-sia, abang tega sekali.

Tiba juga aku di sebuah kafe, disana aku akan meeting, tepatnya presentasi desainku kepada klien, dan tentu saja kalau dia senang dia akan memberiku uang, tapi lewat pak Marlan, terus pak Gilda ikutan minta upeti, masuk bagian keuangan dan administrasi, barulah akhir bulan nanti aku dapat bagian, sungguh sistem yang rumit, mending jualan bayam, aku berikan bayamku pada pembeli, pembeli memberi aku sejumlah uang, sederhana sekali bukan?!Aku jelaskan konsep dekorasi rumah itu pada sang klien, dia bertanya, lalu kujawab, dia tanya lagi, terus kujawab lagi, terus seperti itu sampai beberapa jam lamanya, aku terangkan kalau kayu itu memberi kesan alami dan kedamaian, aku jelaskan pula bahwa atap berwarna biru itu memberikan kesan dingin dan segar, padahal dalam hati aku tidak yakin akan hal itu, menurutku merah justru kesannya lebih segar, karena aku lebih sukafanta dibandingkan denganpepsi blue, apalagi dingin-dingin di siang bolong. Tapi kemudian dia tersenyum, tandanya dia senang pada desainku, lalu dia tanda tangan surat perjanjian, disertai pula selembar cek, angka nolnya banyak sekali, mirip dengan iklan perusahaan telekomunikasi swasta yang mempromosikan biaya telephon per menitnya dengan banyak sekali nol di belakang koma. Meeting berakhir, kita bersalaman tanda setuju. Dan semua meninggalkan ruangan dengan tanpa beban dan dendam, padahal kan disini enak sekali, dingin karena AC, mempercepat adanya kerutan bagi orang-orang yang terlalu sering merasakannya, maka akupun ikut keluar karena tak mau ikutan keriput dengan cepat.

Sekarang jam lima sore, hari masih terang, laporan sudah kuserahkan ke kantor, lalu apalagi sekarang, mungkin enak gangguin orang, tapi takut dosa, mending cari buku, lebih bermanfaat, pergilah aku ke toko buku besar yang ada di sebuah mall, keliling-keliling mencari sesuatu yang akupun tak tahu, mungkin ada pekerja toko buku yang melihatku kebingungan dan mencoba membantu, dia bertanya padaku apakah ada yang bisa dia bantu, aku mau meminta tolong dia untuk membantuku mengecat rumah tidak tega juga, soalnya dia perempuan, “ Ada buku tentang tata cara merebus anak gorilla biar matangnya merata tidak mba ya? “ Sang penjaga toko buku bingung, lalu dia memanggil temannya, yang ini pria, lalu si penjaga toko yang perempuan menyampaikan maksud yang aku cari pada penjaga toko yang pria…dasar comel…si penjaga toko yang pria itupun ikut bingung, lau ia menanyakan buku yang saya cari pada temannya, yang ini laki-laki, terus si penjaga toko laki-laki bilang pada si penjaga toko pria mungkin yang aku maksud buku tentang anatomi gorilla, dan si penjaga toko pria menyampaikannya padaku, lalu aku menjawabnya karena kasihan, “ Tapi gorillanya direbus tidak, soalnya di toko sebelah ada, tapi gorillanya dimasak bumbu asam manis.”Si penjaga toko laki-laki geleng kepala, si penjaga toko pria juga ikut-ikutan geleng-geleng kepala, si penjaga toko yang perempuan gak ikutan karena ia tidak tahu apa-apa, lalu akupun pamit mau mencari buku yang lain saja, si penjaga toko pria, dan penjaga toko perempuan mempersilakan sambil melambaikan sapu tangan, penjaga toko yang laki-laki entah kemana, mungkin dia menanyakan pada teman-teman penjaga toko yang wanita soal buku menu gorilla bumbu kari.

Aku tak memperdulikannya lagi, karena aku segera pergi, keluar dari toko buku tersebut. Sekarang aku ke toko ponsel, bukan mau mencari ponsel khusus gorilla, tapi aku mau membeli pulsa, karena aku harus menelepon Jani jam berapa dia pulang kerja? Apakah aku harus menjemputnya? Layakkah aku ada di pintu kantornya saat ia pulang nanti? Apa baju yang pantas untuk menjemputnya di hari Sabtu ini? Terus aku juga mau bertanya apakah Sabtu malam dengan malam Minggu itu sama, kalau sama kenapa ia tidak pernah memintaku menjemputnya Sabtu malam? Lalu pulsa dua puluh ribu terisikan ke ponselku, saat aku hendak menelepon , tiba-tiba ada pesan singkat dari Jani, seperti ini :

“ ass..sayang jangan lupa ini sabtu malam, nanti jemput aku jam tujuh ya, pakai kemeja yang rapi, nanti malam kan kita mau makan malam sama mama.”

Lalu kujawab :

“WS….masa sih?”

Jani tidak menjawab lagi, mungkin Jani sedang sibuk.

Merapat senja membawa Tanya…

Tanya untukmu wahai sang dara

Jika kelak cinta ini renta

Maka ingatkanlah….

Bahwa banyak barisan kisah dari catatan hari

Yang telah menggariskan diri ini tetap disini

Tetap di inginku yang kujelang menjelang petang

Yang kuyakini di pintu pagi

Bahwa kaulah pembuka makna…

Makna bahwa kau adalah pertanda bahagia

Di garis batas kututup mata…

Ya….kau Jani, yang kupandangi fotonya setiap saat, gambar yang kupandangi sebelum aktifitas pagi melilitku. Kau yang menjadi cerita terakhir yang kukenang menjelang tidur, cerita yang kubawa serta sebagai penyejuk diantara peliknya rutinitas kerja. Senyum yang dulu selalu membuatku tertawa diatas kereta, membutakan pandanganku, hingga aku tak pernah peduli semua orang memandang dan menganggapku gila.

Ini hidupku, hidup yang kumulai di pukul tujuh. Bertahun tanpa henti, karena ternyata lambungku belum bosan untuk meminta kuisi setiap hari. Hari ini aku terlambat, karena semalam aku tidur larut, mengejar deadline desain yang kuharapkan bisa mengucurkan dana segar untuk membayar cicilan mobilku bulan ini. Mungkin kamu berpikir aku terlalu ngoyo mengejar kendaraan roda empat itu sampai-sampai harus kredit, tapi kalau kau melihat betapa banyaknya barang-barang yang harus kubawa ke kantor, pasti kau tidak akan tega melihat vespa tahun.1979 warna biru punyaku membawa beban sebanyak itu.

Sepotong roti sudah di tangan, entah roti dari hari apa akupun tak tahu, tapi kalau tidak salah Jani yang membawakannya untukku beberapa hari yang lalu…mmmm…beberapa minggu lalu mungkin…entahlah aku lupa, yang aku ingat adalah semalaman aku lupa makan hingga pagi ini aku lapar sekali. Kubereskan berkas-berkas kerja ke tasku, ya Tuhan…..”ya…ada apa umatku yang pelupa?”…mungkin itu tanya Tuhan padaku, kusibak seberkas tumpukan kertas, ya…berkas skripsiku.Entah apa pak Setiawan masih mau menerima alasanku lupa mengirimkan lembar asistensi skripsiku lewat e-mail minggu ini, aku ingin lulus, tapi perut ini perlu makan, mobilku perlu minum,dan Ponsel-ku perlu pulsa….hahaha…lalu kenapa masih lupa kau mengabariku, pak Setiawan…dosen pembimbing tugas akhirku selalu mengulang itu setiap hari.

Setahun ini aku diberi kesempatan untuk mengambil asistensi on-line, karena ternyata aku tak bisa meningalkan kerjaanku disini, walaupun aku harus terpisah jauh dengan kampusku di Bandung sana, dan aku belum berani untuk meminta izin asistensi secara telepati, minimal dosenku tahu kalau aku berniat lulus. Tapi aku sial, ternyata lulus tidak cukup hanya butuh niat, tapi juga butuh uang…ini bukan kelucuan, tapi ini kenyataan, tapi aku tak pernah mengeluh, karena bu Isnaeni guru TK-ku dulu selalu berpesan untuk aku bekerja keras dan jangan terlalu banyak mengeluh, selain ia juga mengajarkan aku mewarnai gambar secara penuh, dan kau tahu….itu menjadi ilmu pertama yang kemudian aku terapkan dalam pekerjaanku sekarang, setidaknya aku berpikir bahwa ada satu bagian desainku yang jelek tak perlu dihapus, tapi aku imbangi dengan gambar lain yang lebih mencolok, seperti panu yang saat bergabung dengan bedak bau badan akan tersamarkan.

Sudahlah, tak usah banyak berkoar, sekarang sudah jam 8.30, dan itu berarti aku sudah terlambat setengah jam untuk bertemu “ My Head Division”, ditambah lagi dengan estimasi waktu yang harus aku tempuh menuju tempat kerja, berarti total aku terlambat satu jam. Tapi aku yakin pak Marlan adalah orang yang baik hati, dan tidak akan memotong gajiku, karena dia melihat betapa merahnya mataku dan betapa lemasnya aku karena kurang tidur.

Pos satpam sudah kulewati dengan sukses, tiba aku di penyebrangan menuju istana langit, biru, indah, tapi panas, membuatku tak nyaman, naik aku ke punggung Gilda sang kura-kura bodoh, jalannya lambat, makan dakinya sendiri, semua binatang air menyapaku, semua mentertawakan dan berbisik-bisik tentang si kuat dan bodoh Gilda, air beriak muncul cahaya…keluar si naga ketawa, dia terlampau ramah, semua dia beri senyum, tapi tak satupun yang membalasnya, karena si naga mengeluarkan api setiap ia tertawa, Gilda ketakutan, ia berdiri, akupun naik, naik terus hingga aku merasa melayang dan agak mual, dan tiba-tiba aku sudah ada di lantai tiga, khayalan-khayalan tadi harus aku lakukan agar aku tidak muntah dan berkeringat, itu artinya aku sudah melewati phobia-ku yang berlebihan pada lift, berarti aku sudah dekat dengan ruanganku, berarti aku sudah harus bersiap-siap memberikan alasan keterlambatanku pada atasanku, pak Marlan….oh ruangannya tepat di depanku sekarang…oh tidak…oh aku masuk…oh beruntungnya ternyata aku lupa kalau pak Marlan ternyata sedang rapat di Singkawang, dan aku yang mengantarnya tadi malam, bodohnya aku……aku duduk di kursi kerjaku sambil setengah berbaring, enaknya kerja seperti ini, “Pagi pak Gilda “ itu dia si gemuk bodoh, tapi aku harus tetap ramah dan hormat padanya, karena ia komisaris kantor advertising ini….maaf pak , aku tidak bermaksud menunggangimu tadi.

Ini tumpukan kertas, kalau tumpukan uang sudah aku masukan kantong dari tadi, tapi jangan salah, semakin banyak kertas order di depanku, maka semakin banyak bonus yang kuterima bulan ini, dan itu adalah uang, bukan tikus tanah….apa hubungannya?!?!tiba-tiba saja terbersit gambar billboard yang membuatku hampir menabrak pohon karena melihatnya, bukan karena bagus…justru karena kupikir sangat norak, gambarnya duit dan seekor tikus, dan kau tahu tikusnya jelek sekali ( dengan tanpa bermaksud menghina ciptaan sang Khalid ), bulunya tegak, sedikit botak, mungkin korengan, terus ada tulisannya “ Hari Gini Masih Korupsi “, kasian si tikus, padahal aku yakin ia tak pernah korupsi, paling-paling dia korupsi ikan asin, itupun hanya di dapur mamaku, dan aku rasa tidak merugikan banyak orang.

Kutarik garis pertama di kertas kalkirku, anggap saja itu garis start aku mulai bekerja hari ini, garis demi garis, lalu menjadi kotak, lalu menjadi balok, terus jadi kamar, terus aku scan, terus aku masukan perabotan yang aku rancang kemarin, terus kuwarnai di komputer, terus kubawa ke ruangan mba Vay, terus kuminta tanda tangan dia di kertas laporan, terus aku push-up, terus aku main PS2…maaf yang dua tadi tentu saja tidak, maksudnya tidak dilakukan selama pak Gilda masih ada di kantor.Lapar…kenapa sudah lapar lagi ya?! Pantas, sudah jam satu siang sekarang.

Itu Simin, penjaga markas dua, ruangan kecil tepat di bawah tangga lantai dasar, hanya 3 x 3 M, di dalamnya banyak tersedia makanan, terdapat pula lemari berwarna merah, pintunya terbuat dari kaca, kacanya selalu berembun sepertinya dingin sekali kalau aku dikurung semalaman di dalamnya, dan ditempeli stiker bertuliskan, “apapun makanannya minumnya ga boleh ngutang”, terus Simin sibuk melayani permintaan setiap orang yang datang, kok mau ya Simin disuruh-suruh?!?!…entahlah, tapi kalau sudah kenyang semua yang datang harus ngasih Simin uang, dan ini namanya kantin. Sebenarnya agak berjalan menuju arah kanan pintu masuk ada markas satu, Pujasera yang lebih besar dan lengkap, tapi aku lebih memilih disini, lebih sepi dan santai karena tidak ada yang menunggu giliran duduk di tempatku selagi makan, lagipula aku sulit menerima kenyataan bahwa teman-teman kantorku ternyata adalah orang-orang yang sangat peduli dan up to date akan kabar teman-temannya, temannya ada yang beli mobil baru diskusi, ada yang punya selingkuhan baru diskusi juga, ada yang memelihara gadis SMA baru diskusi lagi, sampai-sampai bosku jam tangannya mati aja jadi bahan diskusi hebat, karena mereka menganggap bosku menjelang bangkrut karena tak mampu membeli baterai baru untuk jam tangannya.Mereka sungguh peduli dengan keadaan rekan-rekannya, tidak seperti aku yang cuek dan tak mau ikutan pusing.

Ada suara lagu Axl Rose terdengar, sepertinya aku hapal, ternyata tebakanku selalu benar tentang lagu itu akhir-akhir ini, Ponselku berbunyi, ada nama Jani, tapi bukan nyanyi lagu Axl Rose, dia hanya mengirimkan pesan singkat berupa kata-kata, mengingatkan aku makan siang, ohh….perhatian sekali Jani ini, pasti wanita ini ada hasrat padaku, hasrat untuk memiliki jadi kekasih hatinya, tapi kalau tidak salah enam tahun lalu aku pernah mengatakan seuatu padanya, setelah itu ia tertawa, lalu aku pegang tangannya, lalu ia tersipu, lalu aku disuruh pulang, karena ternyata ayahnya sudah menunggui dari balik pintu sedari tadi….sial aku malu sekali, lalu setelah malam itu aku dan dia sering nonton bioskop, film-film romantis tentunya, itupun dia yang milih kok…sumpah….terus Jani juga jadi sering menyuruhku datang ke rumahnya setiap malam minggu. Jani memang tidak pernah berubah sejak enam tahun yang lalu.

Tuh kan…hujan lagi, tapi tak apa lah, setidaknya sekarang kertasku tidak akan basah lagi seperti dulu waktu kuliah, sekarang kan kendaraanku ada atapnya, beberapa hari yang lalu atapnya bocor, terpaksalah aku ke bengkel, membenarkan lubang yang ada di atap mobil, terus dilas, didempul, dicat, dan abrakadabra…ketok mejik, mobilku seperti baru lagi, biarlah aku membayar tiga ratus ribu untuk itu, yang penting aku senang. Jani melihat, dan diapun ikut senang, karena sebenarnya kalau kita pergi berdua bagian kepala dia yang kena bocor bukan aku, habis Jani selalu menolak kalau aku suruh duduk di belakang, kata dia nanti seperti naik taksi, dan aku sopirnya, padahal kan kalau dia bisa melihat kedalam isi hatiku aku tidak bermaksud seperti itu, pasti dia bohong, pasti sebenarnya Jani mabuk perjalalan, makanya dia maunya duduk di muka, di samping pak supir yang sedang bekerja mengendarai Strada supaya baik jalannya.

Jam istirahat sudah selesai, aku berlari karena melihat orang-orang juga berlari, tapi berlainan arah denganku, tapi kok pakaian mereka berbeda, seperti aku melihat orang-orang yang ke Senayan setiap Minggu pagi. Padahal ini kan hari Jumat…Jumat…ya, aku baru ingat, kan setiap Jumat sore waktunya olah raga, segera aku mengikuti mereka ke lapangan, ikut instruktur yang badannya seksi, pakai baju tanpa lengan, melenggak-lenggok, seksi sekali, sampai dada diapun ikutan langsing dan rata, rambutnya cepak, ternyata dia laki-laki, tapi sudahlah yang penting kan dia intruktur aerobik, coba kalau instruktur senam hamil, kan lebih bingung lagi. Demi menjaga eksistensiku sebagai laki-laki jantan yang tak pernah basah ketek, kutanggalkan kemejaku sehingga terlihatlah kulitku yang masih perawan dari sengatan matahari itu, kuikuti setiap gerakan dari sang istruktur, mulai dari pemanasan, gerakan kaki bangau, rangkaian gerakan jepit…tahan…jepit…tahan…hinga kurasakan ada yang kejepit, tapi aku ga tahan, ternyata itulah makanya produsen sepatu menciptakan sepatu untuk olah raga, sehingga kaki lebih nyaman saat melakukan gerakan-gerakan seperti tadi. Ternyata olah raga bertelanjang dada, bercelana bahan woll, dengan sepatu kulit hampir setinggi lutut adalah kebiasaan yang buruk, dan dapat diklasifikasikan perbuatan menyiksa tumit dan jari kaki. Sudah ah, aku sudah kebanyakan kejepit dan ga tahan lagi, jadi aja harus balik lagi ke markas Simin,soalnya haus habis olah raga, jadi aja Simin nanya kok balik lagi, jadi aja Simin bingung kenapa aku keringatan, ya olah raga lah, masa gitu aja Simin bingung, tapi kan anak advertising olah raganya hari selasa, hari jumat kan bagian administrasi dan pemasaran.Iya gitu Min? Kenapa ga ngomong dari tadi pas saya belum ganti baju, kan si Simin ….jadi aja aku malu masuk ruangan, masa keringatan sendiri, pantesan tadi liat orang-orang yang olah raga agak-agak asing gitu.

Mba Vay memarahiku lagi setibanya di ruangan, katanya sudah aku datang terlambat, terus korupsi waktu istirahat pula jadi satu jam, padahal jatahnya kan setengah jam…iya gitu..kapan mba Vay ngomong gitu, perasaan aku ga pernah dengar, Iya lah yang ngomong kan Pak Marlan. Masa mba Vay gitu aja jadi galak, masa aku bilang kalau aku telat karena melatih anak-anak administrasi dan pemasaran soal senam yang baik buat karyawan kreatif seperti apa, mba Vay gak percaya. “ Emang kalau bikin celana olah raga dari bahan woll dosa mba ya? “ Mba Vay bingung, ia berpikir keras, keras sekali, kasian mba Vay, “ Ya enggak lah.” ya gak usah marah lah mba, baru juga jadi kepala bagian desain,apalagi jadi kepala suku Hutu, pasti mba paling putih dan paling cantik, tapi tetep galak, bawa-bawa kapak besar sekali, terus tindiknya ada sepuluh di masing-masing telinga, badannya bertato gambar kadal, jalan-jalan sambil makan anak ayam mentah-mentah….serem…” Oh ga salah tapi mba ya, yaudah lah…maafkan saya mba ya terlambat, tapi jangan bilang-bilang sama pak Marlan mba ya, kan ini rahasia kita berdua.” Mba Vay tersenyum, udah mba ah jangan tertawa, jelek.

 
Copyright (c) 2010 karma sang fajar. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.