Monday, November 30, 2009

Pagi-pagi buta...Kupikir datang pertama,tapi kenapa Parjo dan dua orang temannya sudah dandan rapi di pos depan,ah..Jo kamu mah ga menghargai jerih payahku bangun pagi,dia tanya kenapa gitu mas?Aku jawab karena dia datang lebih pagi,padahal kupikir aku datang paling pertama,dia jawab,yaiya lah mas,yaiya apa si Parjo mah ih suka berani ngejawab sekarang,pikasebeleun(bahasa sunda:artinya nyebelin),iya lah mas,saya kan ga pulang dari semalam mas jaga keamanan,ngapain atuh(bahasa sunda:artinya dong) ga pulang,kamu tuh coba lah jangan terlalu nurutin kata si bos,dia suka nyuruh yang tanpa alasan,bener gitu mas jadi saya boleh ngelawan si bos,itu kata si Parjo,kalo kata saya,ya ngga lah jo,kan saya cuma bercanda,nanti kamu dipecat,istri kamu mau masak apa,mikir atuh jo,itu kata saya,kalo kata Parjo lagi,ah kok jadi saya yang serba salah ya mas,saya jawab,bercanda lah jo,kamu mah ih katro(bahasa gaul:artinya nurus tunjung)suka serius wae(bahasa sunda:artinya aja).
Jo,kumpulin KTP kamu sama anak buahmu semuanya ya,buat apa mas kata Parjo,buat dilaporin ke polisi jawab saya,loh apa salah kami gitu mas kata Parjo tambah bingung,soalnya kamu banyak tanya,udah kumpulin sekarang jo,saya mau buat pendataan pegawai. Parjo nurut,aku pura-pura buka laptop mau ngetik data keamanan,padahal mah buat apa kalo dipikir-pikir,Parjo nurut aja kayak si pleki kalo dikasih tulang,duduk dia disamping saya,liat-liat laptop walaupun bingung,padahal saya lg buka facebook,update status tentang Parjo pake bahasa sunda biar si Parjo ga ngerti kalo lagi diomongin.
Kasian si Parjo ampe jongkok-jongkok begitu menonton aku di depan laptop, lalu dia mulai perbincangan menarik pagi itu, begini kira-kira dialog tersebut....
Si Parjo : “ Kok ada nama aku disitu mas? “ katanya sambil menunjuk layar laptop.
Si Aku : “ Nah itu dia.” Kataku sambil menunjuk kopi.
Si Parjo : “ Itu, mas nulis namaku disitu” kata dia lagi sambil menunjuk laptop.
Si Aku : “ Oh kamu kan mau didaftarin jadi salah satu calon pegawai teladan, nanti si bos bawa jalan-jalan ke Bali “ Kataku sambil menunjuk roti.
Si Parjo : “ Wah masa sih mas ?”Sekarang Parjo kelihatan bingung mau nunjuk apa.
Si Aku : “ Iya. Tapi masalahnya kan kamu ga punya paspor Jo?!” Aku coba untuk menunjuk awan tapi Parjo kelihatan ga peduli.
Si Parjo : “ Kok ke Bali perlu paspor mas kayak keluar negeri ?” Si Parjo nunjuk tangan tanda bertanya.
Si Aku : “ Ye....masa kamu gatau kalau Bali itu bukan Indonesia.” Sekarang aku tunjuk hidung Parjo biar dia tambah bingung.
Si Parjo : “ Wah pantesan mas.....berarti yang ngebom Jakarta waktu itu orang Bali dong mas ya, dia dendam sama orang Indonesia yang waktu itu ngebom Bali?!” Parjo menunjuk atap pos satpam seperti ingin menunjukkan bahwa ia teringat sesuatu.
Si Aku : “ iiihhh....kamu nuduh Jo ah, aku ga ikutan” Kata kita saling tunjuk sambil tertawa lumayan keras.
Aku bertanya apakah Parjo sudah mengumpulkan semua KTP anak buahnya yang ternyata ada sebanyak empat orang, setelah dia berikan KTP keempatnya aku pura-pura mengetik lagi agar terlihat cerdas dan berwibawa di hadapan mereka, selesai proses sandiwara itu dalam sepuluh menit. Lalu kukumpulkan mereka berempat dengan posisi siaga laksana guru mengabsen muridnya, kupanggil satu-persatu nama yang kutahu dengan mimik muka yang sengaja kuubah-ubah agar mereka merasa mereka punya kesalahan yang berbeda-beda, padahal aku tahu salah mereka hanya satu, pake tali peluit di bajunya, tapi peluitnya tak pernah mereka bawa, bahkan ada yang hilang, oh sungguh tak punya rasa memiliki mereka. Tinggal satu KTP, namanya aku sama sekali baru melihat, aku bingung, tapi aku segera cerdas kembali, kupanggil parjo, aku tanya Hatta Weilalang itu siapa, Parjo bilang kalau itu dia. Aduhai.....alangkah bingung dan kagumnya aku, ternyata nama Parjo itu bagus sekali, aku jadi gaenak sama Parjo, aku bilang sama dia kenapa dia mau aja aku panggil Parjo, dan dia menjawab, “ Ya mas duluan kan yang manggil gitu, saya sih iya-iya aja.” Ya ampun Parjo, kenapa juga dia tidak membantah atau membetulkan apa yang saya panggil, toh Remidas aja waktu aku panggil Siti dia protes, Parjo bilang dia gaenak, karena saya atasan, ah Parjo, kamu mah sama atasan aja gaenak, apalagi sama bawahan, atau daleman pasti tambah gaenak lagi, apalagi kalau dalemannya berenda-renda begitu kan...mmmm....ya sudahlah, bagus juga kamu ga protes Jo, ga kebayang kalau aku tahu dari awal namaku Hatta Weilalang, repot Jo, nanti aku harus manggil kamu dengan awalan Bung.
Si Aku : “ Jo.” ( sambil tersenyum licik)
Si Parjo : “ Iya mas? “ ( sambil tersenyum simpul )
Si Aku : “Lusa saya jadi pergi Jo” ( berusaha tetap senyum )
Si Parjo : “ Kok mendadak mas?” ( tetap juga tersenyum, walaupun agak bingung)
Si Aku : “ Iya Jo, saya harus lulus. Kamu sedih ga Jo?” ( mulai untuk berusaha ga senyum, biar dibilang serius )
Si Parjo : “ Dikit mas. Jadi ga ada yang nemenin saya begadang jaga malam lagi dong mas? “ ( yang ini mah sumpah muka si Parjo aneh banget )
Si Aku : “ Kan kita bisa ngobrol online Jo “ (berusaha untuk kelihatan tenang dan ga ada apa-apa)
Si Parjo : “ Emang di pos satpam ada internet gitu mas ?” (mukanya semakin kelihatan aneh)
Si Aku : “ Oh iya ya, gapapa lah Jo, aku kan bisa maen kesini sekali-kali” ( coba untuk tersenyum lagi )
Si Parjo : “ Iya mas, hati-hati.” ( Muka Parjo mulai normal kembali )
Si Aku : “ Jo” ( tanpa ekspresi )
Si Parjo : “ Iya mas? “ ( dengan suara berwibawa sebagai panglima satpam.
Si Aku : “ Kopi lagi dong Jo “ ( senyum memelas )
Si Parjo : “ Siap “ ( sambil tersenyum lebar )

Sunday, November 29, 2009

dia yang memberi sayap....
dia yang pernah menabur harap.....
dia nadi yang justru kini menawarkan aku mati......
dia luka, yang tersiram tetes darah hingga basah.....
luka yang justru dalam sunyi kubawa berlari....
lukanya ternyata imaji.....
membuat langkahku laju penuh fantasi.......
perih itu terasa indah di bawah gemintang....
gemerlap merah luka terasa warna.....
bersamanya sakit ini terasa fana.....
ia tinggalkan teritori hati hanya untuk mengijinkannya terisi pasti.......
bukan hanya terisi mimpi yang selama ini memaksanya untuk meyakini......
dia luka.....perihnya tak hendak kuingkari
namun ternyata ia tak membuatku mati......
ia hanya memaksaku untuk tak bisa lagi berlari dengan dua kaki.....
sebelah sayap yang rapuh kujadikan tandu....
hingga kutemukan lg tumpuan lemahku yang baru.....
untukmu.......
yang pernah membentang dua lengan dan membawaku terbang.......
kususun bintang untuk penanda jejak dmana aku pernah datang....
tapi kau tak akan pernah tau kemana arah aku berlari.....
karena kelam arah itu hanya bisa kupandangi sendiri....
sungguh andaipun itu kau ketahui......
kau tak juga akan peduli

Saturday, November 28, 2009

menghukum dengan kebaikan.....bukan untuknya....tapi untukku.....1095 hari yang lalu aku utuh....tapi bentangan waktu itu urung membuatku sempurna.....ia tak bahagia....bahkan tak sempat kututurkan cinta setiap detik terakhir kuantarnya tertidur.....maaf bukan solusi.....aku hanya coba mengerti dia lewat intuisi tanpa arti....dia kuberi ruang untuk bernafas...bukan lewat hitungan hari, tapi hitungan dimensi yang kita bangun sendiri......wanita, untukmu kuhantarkan salam, kirimkan lagi kembali untukku pagi nanti....saat satu gelas kopi mengajakku berlari, mencari kamu lagi di tumpukan cerita hari.
Karma sang fajar membuatku mengerti tentang kehilangan.....menghela dalam ketiadaan.....saat jarak itu menyempit, justru membuat aku samar melihatmu.....jangan ada sentimentil moment lagi, aku lagi malas berpuisi.....puisi semakin membuatku tak berarti.....oh itu tukang serabi.......jangan hari ini, aku menunggu ia yang rela menyuapiku lagi......
 
Copyright (c) 2010 karma sang fajar. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.