Tuesday, May 19, 2009

Cinta bukan rangkaian kata

Cinta itu rangkaian doa

Bersamamu doa itu nyata

Mengalir di setiap jengkal langkah

Menaungi dalam setiap lelah

Aku lemah……maka papah aku dengan doamu

Bimbing aku dengan cahayamu

Hingga kutemukan arti cerita ini berganti

Ditanganmulah wanita……

Lahir cerita cinta itu setiap hari

Tersaji di sarapanku setiap pagi

Hingga aku tulus menuliskan bait demi bait kisah hari ini untukmu

Untuk kau selesaikan akhirnya menjelang tidurmu

Hingga aku sadari penuh cela dalam cerita hidupku

Selasa pagi, aku tidak terlambat….terimakasih Ya Allah, akhirnya aku terlepas dari karma kaus kaki beda warna karena buru-buru berangkat beraktifitas. Jam setengah delapan sekarang, berarti satu setengah jam menjelang pesawatku terbang, lho…memangnya aku mau kemana? Ke Jakarta dong pastinya, aku ada rapat di Bogor dengan klien besar, entah dia butuh data desain bangunan tradisionalku untuk apa, jangan-jangan dia mau membajak, wah….lebih baik aku tidak jadi pergi, tapi aku terlanjur menginjak gas mobilku, terlanjur sampai ke kantorku, terlanjur parjo mengantar aku ke bandara karena tidak mungkin mobilku ikut naik ke pesawat( Untuk diketahui bahwa Parjo itu orang Dayak walaupun namanya nampak seperti tukang gudeg di Malioboro, dia baik, dia kepala keamanan di kantorku, dia selalu ingin ikut kalau aku pergi kemana-mana, kadang-kadang bikin repot, kadang-kadang bikin senang, kadang-kadang bikin perahu-perahuan dari kertas, kadang-kadang bikinkan aku kopi pahit sekali setiap pagi, kadang-kadang tanya aku kenapa datang terlambat, sekarang dia pakai baju serba hitam, seram seperti bodyguard saja ). Aku mengajak Parjo berhenti dulu untuk makan, karena sekarang masih jam delapan kurang sepuluh menit, berarti masih ada waktu untuk sarapan dulu, aku ajak Parjo, dia mau, dasar Parjo, aku kira dia akan menolak, tak apalah….kan besok dia tak mungkin aku ajak makan bareng lagi, soalnya aku kan di Bogor, kecuali Parjo kangen makan pagi denganku dan menyusul aku ke Bogor, jangan Parjo…nanti kamu tersesat, aku susah mencari orang sepertimu lagi.

Aku sudah di bandara, menjelang naik pesawat, aku melangkah menuju pintu masuk, tapi berhenti, lalu berbalik, aku lupa menyampaikan pesan pada Parjo agar dia jangan menangis sambil melambaikan sapu tangan ke arah pesawatku, malu lah….masa badan sebesar kingkong begitu nangis, Parjo mengangguk, entah dia mengerti atau bingung. Aku tinggalkan Parjo, tinggalkan Pontianak, walaupun hanya untuk satu minggu saja.

Aku sampai di Jakarta, tidak terasa, tapi capek sekali, tadi mimpi main bola, main bola dengan Jani, Jani bermain jujur, tapi aku bermain curang, biarlah….kan hanya dalam mimpi saja. Mimpinya hitam-putih, seperti TV kakekku dulu yang selalu bersemut, dan harus ditendang sedikit biar gambarnya bagus lagi, mungkin karena aku tidur di pesawat makanya mimpinya tanpa warna seperti itu, memang kenapa alasannya bisa begitu…..nggak sih, hanya menebak-nebak aja. Langsung aku menuju bis bandara yang langsung menuju Bogor, kau tak tahu kan ada bis yang langsung dari bandara ke luar Jakarta, akupun baru tahu sekarang kok, jadi tenang saja, kamu tidak kampungan sendirian, kan kasihan, sudah kampungan, sendirian lagi, mendingan kampungan bareng-bareng, siapa tahu kena kuota otonomi daerah dan diangkat jadi perkotaan bareng-bareng.

Bogor dingin…..padahal ini jam dua siang. Aku naik taksi, jalannya pelan sekali, diputarkan oleh sang supir lagu GIGI, terkenang zaman SMP dulu, saat sama-sama beli kaset bajakan dengan teman kelasku untuk pertama kalinya, seneng, deg-degan, keluar keringat dingin, merasa dikucilkan, merasa bersalah yang teramat sangat, tapi kemudian sedikit mereda, karena di tempat pusat pembajakan ada tetanggaku seorang aparat yang sering merazia barang-barang bajakan, tapi waktu itu dia beli kaset bajakan juga, dasar dia….akhirnya ketahuan juga. Aku mencoba untuk bersembunyi darinya, malu, takut dia lapor sama bapakku, nanti dia mengarang-ngarang cerita lagi kalau aku terjaring saat dia melakukan razia, akhirnya dia pulang duluan….syukurlah.

Dan kembali ke masalah taksi, aku mau kemana ya..??? Oh iya, mau ke penginapan, soalnya syaratnya harus seperti itu, Jani pernah bilang jangan sembarangan tidur di tengah jalan, nanti ada yang culik, terus disodomi, habis itu dikasih permen biar tidak lapor ke polisi, jadi aku mencari penginapan dengan segera.

Hari berganti lagi, tadi malam aku tidak mimpi, tidurnya lelap sekali. Sekarang jam 7 pagi, di mejaku sudah ada sepiring roti dan secangkir kopi, hitam sekali, lama kupandangi…..lama sekali….setelah itu kuambil, lalu kuseruput, aku teriak, karena ternyata masih panas sekali, harusnya tadi kuikuti instingku untuk memakan roti terlebih dahulu, sial….tragedi gelas kopi. Mas Darwinto meneleponku, menanyakan kabarku, menanyakan perjalananku kemarin, menanyakan kabar Pontianak, menanyakan kabar pak Marlan, menanyakan panjang sungai Kapuas, terus kira-kira ada berapa spesies bakteri di dalamnya, bertanya kalau kolor hanyut kesitu terus diangkat 3 bulan kemudian masih utuh apa tidak, dasar Dasar Darwinto, ada-ada saja….tidak juga sih, aku yang ada-ada saja, orang Darwinto hanya menanyakan kabarku dan menanyakan apakah sudah siap meeting, aku bilang boleh tidak ditunda sampai tahun depan, Darwinto bilang tidak bisa, ya sudah lah…aku berangkat ke ruang pertemuan sekarang.

Meeting sudah selesai, sekarang sudah larut malam tapi masih ramai, Bogor kota besar, hidup 24 jam tanpa henti, orang hilir mudik silih berganti. Aku mencari swalayan untuk membeli makanan kecil untuk di penginapan nantinya, tapi teman-temanku yang ada di mobil mengajakku dulu ke kafe, aku bilang tidak mau soalnya aku tak bawa raket, mereka tanya untuk apa raket, aku jawab untuk main badminton tentunya, masa begitu saja tidak tahu, setelah itu mereka diam tak menjawab, mungkin mereka takut berurusan terlalu jauh denganku, tapi tiba-tiba kita sampai di satu kafe diatas bukit, ah…mereka menculikku, mengajak aku main malam-malam tanpa konfirmasi ke orang rumahku terlebih dahulu. Duduk kita di sebuah meja, maksudnya di kursinya, kalau duduk diatas meja nanti tabu, kata mamaku nanti ada apa-apa dengan pantatku kalau sering-sering duduk diatas meja, kalau kata bahasa jermannya Boeroet bool, iih…mengerikan sekali kan. Makanan sudah datang, steak daging diatas hot plate, nampaknya enak, tak menyesal aku ikut teman-temanku itu ke kafe.

Kita berbincang panjang lebar, lalu panjang kali tinggi, terus panjang diagonal segi tiga sama sisi, terus tertawa-tawa entah menertawakan apa, karena bagiku tidak lucu, masa membicarakan sekretaris baru yang salah masuk ruangan dan tiba tiba duduk di meja manager operasional saja menurut mereka lucu, kasihan kan sekretaris itu, apa teman-temanku tak bisa merasakan penderitaan dan tekanan batin yang diterima oleh sekretaris itu karena malu, maka dari itu aku hanya diam dan konsentrasi dengan steak di hadapanku saja.

Oooh…aku kekenyangan, badanku lemas tak tertahankan, tiga porsi makanan tadi sudah kuhabiskan, tak jadi aku ke swalayan, lagipula aku tidak mungkin mengemil lagi nanti malam dengan keadaan tanki utama kembung seperti ini. Masuk aku ke penginapan, teman-temanku belum pergi, pelayan di front office nampaknya sedang mereka godai, aku tak peduli, bantal guling sudah kugagahi, selamat tidur Bogor, jangan bangunkan aku tengah malam nanti, karena tak ada siaran sepakbola yang bisa menemani aku begadang semalaman.

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 karma sang fajar. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.